Selasa, 12 Oktober 2010

''APAKAH YANG MEMBUAT YESUS SANGAT BERBEDA DARI NABI-NABI SEBELUMNYA''?

Esra Alfred Soru
Pengajaran yang
berpusat pada diri
sendiri
Keunikan lain dari
Yesus adalah bahwa
pengajaran-Nya
berpusat pada diri-
Nya sendiri.
Maksudnya adalah
bahwa sifat ajaran
Yesus yang paling
mencolok adalah
bahwa Ia hampir
selalu berbicara
mengenai diri-Nya
sendiri. Ia memang
banyak menyebut
nama Allah Bapa
tetapi selalu
kemudian ditambah
dengan pernyataan
bahwa Ia adalah
Anak Allah. Ia bicara
tentang Kerajaan
Allah tetapi juga
menyatakan
kedudukan-Nya yang
sangat tinggi dan
penting dalam
kerajaan itu. Dan
yang lebih menarik
adalah bahwa Ia
selalu berkata
“AKULAH…” atau
“AKU ADALAH…”.
Ia pernah berkata :
"AKULAH ROTI HIDUP;
barangsiapa datang
kepada-Ku, ia tidak
akan lapar lagi, dan
barangsiapa percaya
kepada-Ku, ia tidak
akan haus lagi. (Yoh
6:35)
"AKULAH TERANG
DUNIA; barangsiapa
mengikut Aku, ia
tidak akan berjalan
dalam kegelapan,
melainkan ia akan
mempunyai terang
hidup." (Yoh 8:12)
"AKULAH
KEBANGKITAN DAN
HIDUP; barangsiapa
percaya kepada-Ku,
ia akan hidup
walaupun ia sudah
mati, dan setiap
orang yang hidup
dan yang percaya
kepada-Ku, tidak
akan mati selama-
lamanya… " (Yoh
11:25-26)
"AKULAH JALAN DAN
KEBENARAN DAN
HIDUP. Tidak ada
seorangpun yang
datang kepada Bapa,
kalau tidak melalui
Aku. (Yoh 14:6)
“AKULAH POKOK
ANGGUR dan kamulah
ranting-rantingnya.
Barangsiapa tinggal
di dalam Aku dan Aku
di dalam dia, ia
berbuah banyak,
sebab di luar Aku
kamu tidak dapat
berbuat apa-apa.
(Yoh 15:5)
“AKULAH PINTU;
barangsiapa masuk
melalui Aku, ia akan
selamat dan ia akan
masuk dan keluar
dan menemukan
padang rumput. (Yoh
10:9).
Selanjutnya
pertanyaan pertama
yang Ia ajukan yang
timbul dari ajaran
tentang diri-Nya
adalah : “..Tetapi
apa katamu,
SIAPAKAH AKU
INI?" (Mark 8:29).
Mengherankan sekali
bahwa semua
pengajaran-Nya
bersifat egosentris
(berpusat pada diri-
Nya sendiri) dan lebih
heran lagi adalah
tidak ada seorang
pendiri atau pemuka
agama di dunia ini
berani menjadikan
dirinya menjadi
pusat
pengajarannya. John
Stott berkata :
“Guru-guru lain
meniadakan diri, tapi
Yesus mengangkat
diri. Masing-masing
guru itu berkata :
“Menurut
pendapatku, itulah
jalan kebenaran,
hendaklah engkau
menurutinya”. Tapi
Yesus berkata :
“Akulah
kebenaran : Ikutlah
Aku”. Tidak seorang
pun pendiri agama
lain yang berani
mengeluarkan
pernyataan
demikian ”.
(Kedaulatan dan
Karya Kristus; hal.
29). Muhammad
berkata : ‘Aku nabi
pemberita jalan’,
Krishna berkata :
‘Kulihat jalan’,
Budha berkata :
‘Aku mencari
jalan’, Confucius
berkata : ‘Aku tahu
jalan’, para pemikir
Zaman Baru berkata :
‘ Kita sedang
menuju ke sana’
namun Yesus Kristus
dengan tegas
berkata : ‘Akukulah
jalan’. Jelas Yesus
sangat berbeda. Ya
benar, Yesus
meninggikan diri-Nya
dalam ajaran-Nya
namun herannya
adalah bahwa Ia
dikenal sebagai
orang yang sangat
rendah hati dan
menentang
kesombongan dan
sikap tinggi hati.
Siapakah yang sama
seperti Yesus?
Menyatakan diri
sebagai Tuhan
Mengapa banyak
konflik terjadi
karena seorang
pribadi Yesus
Kristus? Mengapa
nama itu
menyebabkan iritasi
melebihi nama-nama
pemimpin agama
yang lain? Mengapa
pada saat anda
berbicara tentang
Allah tak ada
seorangpun merasa
terganggu, tetapi
setelah anda
menyebut tentang
Yesus mereka
seringkali segera
menghentikan
percakapan? Atau
mereka menjadi
diam? Seberapa
besarkah perbedaan
Yesus dengan para
pemimpin agama
lainnya? Josh Mc
Dowell memberikan
jawabannya :
‘Mengapa nama-
nama seperti Budha,
Muhammad,
Confucius tidak
terasa mengganggu
bagi yang
mendengarnya?
Alasannya adalah
bahwa para
pemimpin agama ini
tidak pernah
mengklaim dirinya
sebagai Allah, tetapi
Yesus
mengatakannya.
Itulah yang membuat
Yesus sangat
berbeda dengan para
pemimpin agama
lainnya. (Bukan
Sekedar Tukang
Kayu ; hal. 1). Dari
nama-Nya saja kita
mengerti bahwa Ia
memiliki nama ilahi.
Yesus Kristus
sesungguhnya
adalah sebuah nama
dan gelar. Nama
“YESUS” adalah
bentuk bahasa
Yunani dari bahasa
Ibrani
“ JEHOSHUA”,
“JOSHUA” (Yos 1:1;
Zak 3:1) atau
“JESHUA” (Ez 2:2)
yang berarti
"Yehova -
Juruselamat" atau
"Allah yang
menyelamatkan"
sedangkan
“ KRISTUS”
merupakan bentuk
yang setara dengan
nama
“ MASCHIACH” yang
dipakai dalam PL
yang diambil dari
kata “MASHACH”
yang artinya
“mengurapi” dan
dengan demikian
nama ini berarti
“YANG DIURAPI”.
Dua jabatan, raja dan
imam, dimasukkan
dalam penggunaan
gelar "Mesias."
Gelar-Nya
menegaskan Yesus
sebagai raja dan
imam yang
dijanjikan dalam
nubuatan kitab
Perjanjian Lama.
Selain itu Alkitab
juga
memperlihatkan
bahwa Yesus ini
memiliki sifat-sifat
yang hanya dimiliki
oleh Allah. Ia
dinyatakan memiliki
eksistensi dengan
sendirinya (Yohanes
1:4; 14:6); Mahahadir
(Matius 28:20; 18:20);
Mahatahu (Yohanes
4:16; 6:64; Matius
17:22-27);
Mahakuasa (Wahyu
1:8; Lukas 4:39-55;
7:14,15; Matius
8:26,27); mempunyai
hidup abadi (1
Yohanes 5:11, 12,20;
Yohanes 1:4) dan
masih banyak sifat
ilahi lainnya yang
dapat dicatat. Yesus
juga ternyata
menerima
penghormatan dan
pujian yang
selayaknya hanya
diterima oleh Tuhan.
Dalam konfrontasi-
Nya dengan Setan,
Yesus berkata,
"Sudah tertulis,
'Kamu hanya akan
menyembah Tuhan
Allahmu, dan
melayani-
Nya'" (Matius 4:10)
Ya ! Yesus menerima
penyembahan
sebagai Allah (Matius
14:33; 28:9) dan
kadang-kadang
menuntut untuk
disembah sebagai
Tuhan (Yohanes 5:23;
bandingkan Ibrani
1:6; Wahyu 5:8-14).
Setelah Yesus
bertanya kepada
Petrus tentang
siapakah Dia
sebenarnya, Petrus
mengaku, “Engkau
adalah Mesias, Anak
Allah yang
hidup." (Matius
16:16). Apa yang
terjadi selanjutnya ?
Ternyata Yesus
merespon
pengakuan Petrus,
tidak dengan
mengoreksinya,
melainkan
membenarkan
pengakuan itu dan
menyebutkan
sumbernya:
"Berbahagialah
engkau Simon bin
Yunus sebab bukan
manusia yang
menyatakan itu
kepadamu,
melainkan Bapa-Ku
yang di
sorga." (Matius
16:17). Martha,
seorang sahabat-
Nya pernah berkata
kepada-Nya, "Aku
percaya, bahwa
Engkaulah Mesias,
Anak Allah" (Yohanes
11:27). Kemudian
Natanael juga
pernah mengakui
mengakui bahwa
Yesus adalah "Anak
Allah; Engkaulah Raja
Israel." (Yohanes
1:49). Ketika
Stefanus dirajam, ia
berseru dengan
suara nyaring, Ya
Tuhan Yesus,
terimalah
rohku !” (Kis 7:59).
Penulis surat Ibrani
menyebutkan Yesus
sebagai Allah ketika
dia menulis, “Tetapi
tentang Anak Ia
berkata, Takhta-Mu,
ya Allah, tetap untuk
seterusnya dan
selamanya.” (Ibr
1:8). Yohanes
Pembaptis
memberitakan
kedatangan Yesus
dengan berkata
bahwa “Turunlah
Roh Kudus dalam
rupa burung merpati
ke atas-Nya. Dan
terdengarlah suara
dari langit,
‘Engkaulah Anak
yang Kukasihi,
kepada-Mulah Aku
berkenan’” (Luk
3:22). Kemudian kita
juga mempunyai
pengakuan Thomas
setelah Yesus
menampakkan diri
kepadanya : ‘ya
Tuhanku dan
Allahku!” Kata
Yesus kepadanya,
‘Karena engkau
telah melihat Aku,
maka engkau
percaya.
Berbahagialah
mereka yang tidak
melihat, namun
percaya.’ “ (Yoh
20:26-29).
Membaca semua
data di atas mungkin
anda berpikir bahwa
semua pengakuan
itu dibuat oleh orang
lain mengenai Yesus
dan bukan berasal
dari Yesus sendiri.
Yesus sendiri tidak
pernah menyebut
diri-Nya sebagai
Allah. Itu semua
hanyalah
kesalahpahaman
orang-orang tentang
Dia. Pertama-tama
perlu disadari bahwa
keilahian Yesus itu
terdapat langsung
dari halaman-
halaman perjanjian
Baru. Catatan-
catatan itu
berlimpah dan
maknanya jelas.
Dalam Injil Yohanes
ada konfrontasi
antara Yesus dengan
sejumlah orang
Yahudi. Konfrontasi
itu dimulai ketika
Yesus
menyembuhkan
seorang lumpuh
pada hari sabat (hari
perhentian untuk
ibadah orang Yahudi)
dan kemudian
memerintahkannya
untuk mengangkat
tikarnya dan
berjalan. “Dan
karena alasan inilah
maka orang-orang
Yahudi menganiaya
Yesus, karena Ia
melakukan hal-hal
tersebut pada hari
sabat. Tetapi Ia
menjawab mereka,
‘Bapa-Ku bekerja
sampai sekarang,
maka Akupun
bekerja juga.’
Sebab itu orang-
orang Yahudi
berusaha lagi untuk
membunuhnya,
tetapi juga karena Ia
mengatakan bahwa
Allah adalah Bapa-
Nya sendiri dan
dengan demikian
menyamakan diri-
Nya dengan
Allah” (Yoh
5:16-18). Dalam
pemahaman orang
Yahudi, dengan
mengatakan bahwa
Allah adalah “Bapa-
Ku” dan bukan
“Bapa kita”, maka
Yesus menganggap
diri-Nya sebagai
Anak Allah. Sebagai
akibatnya orang
Yahudi semakin
membenci Dia. Yesus
bukan saja
menyatakan dirinya
sama derajat dengan
Allah bila Dia
menyebut Allah
sebagai Bapa-Nya.
Melainkan juga Dia
mengklaim bahwa
Dia adalah satu
dengan Allah Bapa.
Pada hari raya
Penthabisan
(Peresmian dan
pemberkatan) Bait
Allah di Yerusalem,
Yesus didekati oleh
sejumlah pemimpin-
pemimpin Yahudi
yang menanyakan
apakah Ia adalah
Mesias itu. Yesus
mengakhiri
komentar-Nya
kepada mereka
dengan mengatakan,
“Aku dan Bapa
adalah satu” (Yoh
10:30). “Sekali lagi
orang Yahudi
mengambil batu
untuk melempari
Yesus. Kata Yesus
kepada mereka,
‘Banyak pekerjaan
baik yang berasal
dari Bapa-Ku yang
Kuperlihatkan
kepadamu;
pekerjaan manakah
yang menyebabkan
kamu mau
melempari Aku?”
Jawab orang Yahudi
itu, “Bukan karena
suatu pekerjaan baik
maka kami mau
melempari Engkau,
melainkan karena
Engkau, sekalipun
hanya seorang
manusia saja,
menyamakan diri-Mu
dengan Allah (Yoh
10:31-33). Orang
Yahudi tidak dapat
menganggap kata-
kata Yesus itu lain
daripada hujatan,
dan mereka sendiri
mulai melaksanakan
hukum. Dalam
hukum Taurat
dinyatakan bahwa
hujatan pada Allah
harus dihukum rajam
(Im 24:16). Tetapi
orang-orang ini tidak
membiarkan
berlangsungnya
proses hukum
seperti seharusnya.
Mereka tidak
mengajukan tuduhan
tertentu sehingga
para penguasa dapat
mengambil tindakan,
tetapi mereka dalam
kemarahannya
mempersiapkan diri
mereka sendiri untuk
menjadi hakim-
hakim dan sekaligus
algojo-algojo.
Dalam Injil Markus,
Yesus menyatakan
dirinya mampu
mengampuni dosa.
“Ketika Yesus
melihat iman
mereka, berkatalah
Ia kepada orang
lumpuh itu, ‘ Hai
anak-Ku, dosamu
sudah
diampuni!” (Mrk 2:5;
lihat pula Luk
7:48-50). Menurut
kaum Yahudi, hal ini
hanya boleh
dilakukan oleh Allah
saja. Orang Yahudi
terkejut mendengar
perkataan Yesus
tersebut dan
bertanya,
“ Mengapa orang ini
berkata begitu? Ia
menghujat Allah.
Siapa yang dapat
mengampuni dosa,
selain Allah sendiri?
(Mrk 2:7). Kita dapat
mengampuni dosa
orang yang bersalah
kepada kita, tetapi
kita tidak
mempunyai
wewenang untuk
mengampuni dosa
seseorang yang
dilakukan kepada
orang lain, apalagi
dosa kepada Allah.
Tetapi itulah yang
dilakukan oleh Yesus.
Ia bertindak sebagai
Allah yang
mengampuni dosa
manusia kepada-
Nya. Tidak heran jika
orang Yahudi
bereaksi keras
ketika seorang
tukang kayu dari
Nazaret
mengucapkan
pernyataan yang
demikian berani.
Kuasa Yesus ini
untuk mengampuni
dosa adalah contoh
yang amat tegas
bahwa dia
melakukan sesuatu
yang merupakan hak
istimewa Allah saja.
Juga dalam Injil
Markus ada catatan
tentang waktu Yesus
diadili (14:60-64).
Tata cara peradilan
itu adalah salah satu
acuan paling jelas
terhadap
pernyataan-
pernyataan Yesus
tentang keilahian-
Nya. “Maka Imam
besar bangkit berdiri
di tengah-tengah
sidang dan bertanya
kepada Yesus,
katanya, “
Tidakkah Engkau
memberi jawab atas
tuduhan-tuduhan
saksi-saksi ini
terhadap Engkau?’
Tetapi Ia tetap diam
dan tidak menjawab
apa-apa. Imam besar
itu bertanya kepada-
Nya sekali lagi,
katanya, ‘Apakah
Engkau Mesias, Anak
dari Yang Terpuji?’
Jawab Yesus,
‘Akulah Dia, dan
kamu akan melihat
Anak Manusia duduk
di sebelah kanan
yang Mahakuasa dan
datang di tengah-
tengah awan-awan
di langit.’ Maka
Imam besar itu
mengoyakkan
pakaiannya dan
berkata, ‘untuk
apa kita perlu saksi
lagi? Kamu sudah
mendengar hujat-
Nya terhadap Allah.
Bagaimana pendapat
kamu?’ Lalu
dengan suara bulat
mereka
memutuskan bahwa
Dia harus dihukum
mati.” Robert
Anderson
menunjukkan, “Tak
ada bukti yang lebih
meyakinkan
daripada bukti dari
para saksi yang
menaruh benci.
(Anderson dalam Mac
Dowell; hal. 4) Dan
kenyataan bahwa
Tuhan menyatakan
keilahian-Nya
terbukti jelas melalui
tindakan musuh-
musuh-Nya. Kita
harus ingat bahwa
orang-orang Yahudi
bukanlah bangsa
biadab yang bodoh,
melainkan
berbudaya tinggi
serta amat saleh
beribadah. Dan justru
berdasarkan
tuduhan itu, tanpa
satu suara pun yang
tidak setuju,
hukuman mati-Nya
dijatuhkan oleh
Sanhedrin, Dewan
Nasional tertinggi
mereka, yang terdiri
dari pemimpin
keagamaan dan
yang paling
terkemuka.
Menanggapi
pernyataan Yesus
tersebut maka ada
dua alternatif yang
harus kita hadapi :
yaitu bahwa
pernyataan-
pernyataan-Nya itu
memang hujatan,
atau bahwa Dia
memang Allah.
Hakim-hakimnya
melihat masalahnya
dengan jelas, malah
dengan begitu jelas
sehingga mereka
menyalibkan Dia dan
kemudian
mengejeknya karena
“ Ia menaruh
harapan-Nya pada
Allah … . Karena Ia
telah berkata: Aku
adalah Anak Allah
“ (Mat 27:43). Mac
Dowell juga
mengutip perkataan
Hakim Gaynor (ahli
hukum terkemuka
dari Pengadilan New
York) dalam
pidatonya mengenai
pengadilan Yesus,
menyatakan bahwa :
Hujatan merupakan
tuduhan satu-
satunya yang
dilontarkan kepada
Yesus di hadapan
Sanhedrin. Pada
kebanyakan
pengadilan, orang
diadili karena
perbuatan mereka,
tetapi bukanlah
demikian halnya
dengan Yesus. Yesus
diadili karena siapa
diri-Nya. Pengadilan
Yesus seharusnya
cukup untuk
memberikan
kesaksian bahwa dia
mengakui keilahian-
Nya.
Jelaslah sudah
bahwa selain klaim
pengikut-pengikut-
Nya, Yesus juga
mengklaim diri-Nya
sebagai Allah.
Menariknya, hal
semacam ini tidak
pernah dilakukan
oleh seorang
pemimpin agama
atau pendiri agama
manapun.
Muhammad, Budha,
Confucius, dan
siapapun juga tidak
berani mengeluarkan
kata-kata seberani
dan sehebat itu.
MEMANG BENAR,
TUKANG KAYU DARI
NAZARET INI SUNGGUH
BERBEDA DAN UNIK.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar