Senin, 30 Agustus 2010

Sebuah Kesaksian IMAN; Menyangkal YESUS atau ditembak mati ?

Berikut ini adalah
kesaksian dari Shanti
(bukan nama asli)
dimana dia pernah
menghadapi
tantangan dalam
mempertahankan
imannya kepada
Yesus.
MENYANGKAL YESUS
ATAU DITEMBAK
MATI?
Bunyi-bunyi
tembakan terdengar
di luar gereja.
Padahal sore itu
gereja cukup ramai.
Remaja-remaja hadir
untuk mengikuti
katekisasi dan
penatua-penatua
berkumpul untuk
mengikuti rapat
majelis. Ketika
tembakan terdengar
kami sedang
menunggu
kedatangan pak
Pendeta. Aku pun
berada di antara
remaja-remaja itu.
Peristiwa itu terjadi
tahun 1964 waktu
aku berusia 15
tahun.
Beberapa kawanku
dan penatua-
penatua segera lari.
Kami tahu bahwa
tembakan itu berasal
dari sebuah
gerombolan
pengacau. Daerah
tempat tinggal kami,
daerah Bengkayang-
Sanggau, Kalimatan
Barat merupakan
daerah rawan yang
sering dijadikan
sasaran gerombolan
pengacau.
Aku ingin lari, tapi
apa dayaku, kakiku
terasa lemas. Aku
hanya diam
ketakutan. Tiba-tiba
enam orang
gerombolan
pengacau bersenjata
masuk ke gereja. Di
gereja hanya tinggal
aku dan lima orang
penatua yang tidak
sempat melarikan
diri.
“Angkat tangan
semuanya!” seru
seorang anggota
gerombolan itu. Kami
berenam terpaksa
mengikuti apa yang
mereka perintahkan.
Gerombolan yang
lain segera
mengepung kami
dan mengacungkan
laras senjatanya ke
tubuh kami. Aku
sadar bahwa saat itu
aku berada diantara
hidup dan mati.
“Turunkan gambar
yang terpampang di
atas itu!”
sambungnya lagi
seraya menunjuk
gambar Tuhan Yesus
yang berada di atas
mimbar gereja. Aku
tertegun melihat
adegan itu. Dalam
hati aku terus
berdoa agar Tuhan
campur tangan
dalam situasi seperti
itu. Rupanya karena
takut ancaman
senjata para
gerombolan itu,
maka diantara
penatua ada yang
berusaha
menurunkan gambar
Tuhan Yesus itu.
“Apakah ini benar
gambar Tuhanmu?”
tanyanya lagi.
Sebagai jawabannya
aku dan penatua-
penatua itu
menganggukkan
kepala. “Kenapa
kalian menyembah
manusia semacam
ini? Ayo ludahi dan
kencingi gambar ini.
Kalau tidak kalian
akan kubunuh
semuanya!”
bentaknya dengan
suara keras. Karena
takutnya, akhirnya
satu demi satu
penatua
melaksanakan
perintah si
gerombolan.
Aku menunggu
giliranku dengan
rasa takut yang
menjadi-jadi. Tapi
pada saat yang
genting itu terdengar
suara yang berbisik
di batinku: “Imanmu
bisa
menyelamatkanmu.
Jangan lakukan
perbuatan itu,
apapun yang
terjadi.” Waktu aku
diperintah untuk
melaksanakan
adegan seperti para
penatua, aku
menolaknya. Aku
menangis, lalu
merangkul gambar
Tuhan Yesus yang
telah dikotori itu.
Kubersihkan
kotorannya dengan
sapu tanganku,
tanpa sadar aku
berkata, “Tuhan
biarlah aku mati
bersamaMu.”
Melihat kelakuanku
itu, seorang anggota
gerombolan
menghampiriku.
“ Bangkitlah dan
duduklah di kursi
itu,” katanya. Aku
pun duduk di kursi
yang ditunjuknya
sambil terus
mendekap gambar
Tuhan Yesus itu.
“Anak gadis, kau
takkan kubunuh,
karena kau telah
memperlihatkan
kesetiaan kepada
Tuhan, walaupun
harus berhadapan
dengan maut. Dan
kalian, yang lima
orang lagi,
berbarislah di sudut
sana.” katanya
sambil menunjuk
sudut gereja. Kelima
orang penatua itu
berbaris di sudut
gereja.
“Kalian adalah
manusia-manusia
yang telah berani
mengkhianati Tuhan
kalian dan takut mati
untukNya. Kalau
manusia sudah
berani berkhianat
kepada Tuhannya,
apalagi kepada
sesuatu yang hanya
berpredikat
ideologi. ” Segera
setelah ucapan itu
selesai, serentetan
tembakan
dilepaskan dan …
terkulailah kelima
penatua itu.
Aku tak sadarkan diri
dan tak tahu apa
yang terjadi
selanjutnya. Ketika
aku sadar, kudapati
diriku sudah ada di
rumah orangtuaku.
Pengalaman yang
dahsyat itu
menyebabkan aku
yakin bahwa iman
adalah modal
keselamatan. Dan itu
tidak hanya berlaku
bagiku, tapi bagi
setiap orang yang
percaya kepada Dia.
Hari-hari setelah
kejadian itu tangan
Yesus terasa sekali
terus menyentuh ke
dalam setiap relung
kehidupanku. Juga
gejolak batinku
untuk terus
mengiring Dia makin
menjadi-jadi.
Setelah tamat SMA,
aku melanjutkan ke
sekolah Teologia.
Tahun-tahun terus
berlalu dan kini aku
hidup sebagai
pelayan Tuhan di
tengah- tengah
Jemaat di daerah
pedalaman.
Sampai hari ini dalam
pengabdianku, ayat
Efesus 2:8-9 selalu
menjadi
peganganku:
“ Sebab karena
kasih karunia kamu
diselamatkan oleh
iman; itu bukan hasil
usahamu, tetapi
pemberian Allah, itu
bukan hasil
pekerjaanmu: jangan
ada orang yang
memegahkan diri.
[Catt.: Sampai saat
ini Shanti masih aktif
memberitakan Injil di
pedalaman Irian
Jaya.]
Diambil dan diedit
dari tulisan
Sulaeman Effendie
— bagian dari
Judul Buklet : Seri
Kesaksian —
Menyangkal Yesus
atau Ditembak Mati?;
dan Delapan
Kesaksian Lain
Penerbit : BPK
Gunung Mulia,
Jakarta, 1999
Halaman : 1-4

Tidak ada komentar:

Posting Komentar